Untuk wanita, Pernah nggak merasa sudah berhenti haid lalu mandi besar, eh setelah mandi dan sholat kok cairan keluar lagi. Nah, sebenarnya ini haid atau cairan lain?
Sebenarnya bagaimana sih cara pasti menentukan berakhirnya masa haid? Karena terkadang ketika seorang wanita yakin bahwa haidnya telah selesai lalu dia shalat, ternyata darah atau lendir/flek coklat kembali keluar; maka apa yang wajib dia lakukan dalam kondisi ini?
Mengutip dari Wanita shalihah, ada 4 hal yang harus diperhatikan dalam masalah ini,
Pertama, ketika wanita mengalami haid, tanda sucinya adalah berhentinya darah. Baik darah haidnya sedikit maupun banyak.
Mayoritas ulama berpendapat masa haid minimal adalah sehari-semalam dan maksimal 15 hari.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berpendapat bahwa tidak ada batasan minimal maupun maksimal untuk masa haid, namun jika muncul darah yang ciri khasnya seperti yangdiketahui (sebagai darah haid) maka itulah masa haid, baik sedikit maupun banyak.
Beliau mengatakan,
الحيض ، علَّق الله به أحكاماً متعددة في الكتاب والسنَّة ، ولم يقدِّر لا أقله ولا أكثره ، ولا الطهر بين الحيضتين مع عموم بلوى الأمَّة بذلك واحتياجهم إليه
“Allah mengaitkan banyak hukum yang berlaku ketika haid. Dan Allah tidak memberikan batasan. Baik batasan minimal dan maksimal. Tidak pula batas hari suci antara dua masa haid. Padahal itu menyeluruh di masyarakat dan mereka butuh penjelasan batasan itu”.”
Beliau melanjutkan,
والعلماء منهم من يحدُّ أكثرَه وأقلَّه ، ثمَّ يختلفون في التحديد ، ومنهم من يحد أكثره دون أقله والقول الثالث أصح : أنَّه لا حدَّ لا لأقله ولا لأكثره
“Di antara ulama, ada yang menetapkan batas masa haid maksimal dan minimal. Namun mereka berbeda pendapat tentang berapa rincian batas tersebut. Ada pula ulama yang memberi batas maksimal masa haid, namun tidak memberi batas minimal masa haid. Ulama lain berpendapat – dan inilah pendapat yang benar – bahwa tidak ada batas minimal dan tidak ada batas maksimal masa haid.” (Majmu’ Fatawa, 19:237)
Kedua, ada darah yang disebut istihadhah.
Cirinya berbeda dengan darah haid. Hukumnya pun berbeda dengan darah haid. Darah istihadhah bisa dibedakan dengan darah haid melalui empat hal:
1) Warna: darah haid berwarna merah gelap, sedangkan darah istihadhah berwarna merah segar (merah darah).
2) Kekentalan: darah haid lebih kental, sedangkan darah istihadhah lebih encer.
3) Bau: darah haid berbau amis, sedangkan darah istihadhah tidak amis karena dia adalah darah yang mengalir di pembuluh darah.
4) Kering/tidak: Darah haid tidak mengering jika telah keluar, sedangkan darah istihadhah akan mengering karena dia adalah darah dari pembuluh.
Apabila seorang wanita mengalami haid, dia tidak boleh shalat. Akan tetapi, bila dia mengalami istihadhah, dia tetap wajib shalat; dia cukup membersihkan darah istihadhah tersebut (misalnya mengganti pembalut atau pakaian yang terkena darah istihadhah, pen.) dan berwudhu setiap hendak shalat, jika darah istihadhah tersebut tetap keluar ketika waktu shalat berikutnya tiba.
Meskipun darah tersebut keluar selama mengerjakan shalat, tidaklah membatalkannya.
Pada dasarnya setiap darah yang keluar dari farji adalah darah haid kecuali bila darah yang keluar terus menerus hampir selama satu bulan penuh — dan ini adalah penadapat Syaikhul Islam. Atau darah yang keluar lebih dari 15 hari — dan ini adalah pendapat jumhur ulama. Maka tatkala itu disebut sebagai istihadhah.
Ketiga, wanita bisa mengenali berhentinya haid melalui salah satu di antara dua cara:
Telah keluar cairan putih, yaitu cairan berwarna putih yang keluar dari rahim sebagai tanda telah selesainya masa haid (darah haid telah berhenti).
Keringnya farji (sama sekali tidak ada lagi darah yang keluar), (tanda ini bisa digunakan) bila wanita tersebut tidak memiliki kebiasaan keluar cairan putih.
Contoh caranya, dia meletakkan kapas pada farjinya. Jika kapas itu tetap bersih, artinya dia telah suci. Dengan demikian, dia wajib mandi suci dan mengerjakan shalat (ketika waktu shalat fardhu tiba). Namun jika di kapas ada bekas merah, kuning (keruh), atau coklat, maka janganlah dia shalat dulu, (karena itu artinya dia masih dalam masa haid).
Ada beberapa wanita pernah diutus untuk menemui Aisyah untuk bertanya. Mereka membawa kapas. Pada kapas itu ada warna kuning. Kemudian Aisyah berkata,
لا تعجلن حتى ترين القصة البيضاء
“Jangan terburu-buru (suci) sampai kamu melihat al-qasshah al-baidha’.” (HR. Bukhari secara mu’allaq. Juga diriwayatkan oleh Malik, no. 130)
Al-qasshah al-baidha’ bisa maknanya cairan putih sebagai penanda berhentinya haid. Bisa juga maknanya kapas masih terlihat putih, setelah digunakan untuk memeriksa jalan keluar darah haid.
Jika muncul lagi cairan kuning atau cairan keruh setelah dia suci maka cairan susulan tersebut tidak perlu dihiraukan. Dia tidak boleh meninggalkan shalat dan dia tidak perlu mandi suci lagi, karena dia tidak wajib mengulangi mandi suci lagi dan dia juga tidak dalam keadaan junub.
Dalilnya adalah hadits dari Ummu ‘Athiyah radhiyallahu ‘anha,
كنا لا نعد الصفرة والكدرة بعد الطهر شيئاً
“Kami tidak menghiraukan cairan kuning atau cairan keruh yang keluar setelah masa suci.” (HR. Abu Daud, no. 307; Bukhari, no. 320 namun Bukhari tidak menyebut lafal “setelah masa suci”)
Jika cairan keruh atau cairan kuning itu keluar bersambung dengan darah haid (yaitu keluar setelah darah merah) maka berarti wanita tersebut masih dalam masa haid.
Keempat, jika wanita tersebut yakin bahwa dia telah suci kemudian darah keluar lagi (artinya, yang keluar itu adalah darah berwarna merah, bukan sekadar cairan kuning atau cairan keruh, pen.) maka darah itu dihukumi sebagai darah haid, selama darah kedua tersebut tidak keluar selama sebulan.
Wallahu a’lam.
Jika anda merasa artikel ini bermanfaat dan menambah informasi? Jangan ragu SHARE juga ke teman-teman yang lainnya! Menyebarkan informasi bermanfaat juga termasuk amal baikmu lho. Bisa juga LIKE fanspage kami untuk mendapatkan informasi menarik dan bermanfaat lainnya, Sahabat Islam . Terima Kasih
Sumber : wajibbaca.com